Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Sekolah Minggu’ Category

Perayaan Natal SM

Biarlah foto ini yang berbicara tentang kemeriahan Perayaan Natal Sekolah Minggu HKBP Bonang Indah tgl 12 De

s & 13 Des 2009 yang lalu

Read Full Post »

Guru Sekolah Minggu (GSM) juga terkadang mengalami kejenuhan dalam pelayanan. Oleh karenanya untuk tetap mempertahankan spirit, berbagai kegiatan kebersamaan mereka lakukan untuk mempertahankan kualitas pelayanan. Berikut adalah foto rangkaian kegiatan mereka.

Read Full Post »

Sesuai dengan hasil rapat Parhalado Partohonan dan Dewan Koinonia pada hari Selasa 16 Juni 2009, di tetapkan bahwa Pengurus Seksi Sekolah Minggu  & Guru Sekolah Minggu HKBP Bonang Indah  sbb:

Pengurus Seksi Sekolah Minggu

Ketua               :  Ny.Nababan br Sipayung

Sekretaris         :  Leli Tobing

Anggota            :  Ny. Sitorus br Sitanggang, Santi Butar-Butar, Rita Siregar

Guru Sekolah Minggu  (GSM):

1.  Santi Butar-Butar  (Koordinator)
2.  Lariana Sinambela
3.  Ny. Sitorus br Sitanggang
4.  Leli Tobing
5.  Doris Samosir
6.  Rizki Sitompul
7.  Rita Siregar
8.  Lisra Nainggolan
9.  Ryan Panjaitan
10. Lenny Sinaga

Dipandang perlu untuk merekrut calon Guru Sekolah Minggu. Untuk itu di himbau kepada seluruh ruas untuk mendorong putra-putrinya yang telah Lepas Sidi agar bersedia menjadi Guru Sekolah Minggu.

Selanjutnya Dewan Koinonia & Parhalado Partohonan akan melaksanakan pembinaan terhadap Guru Sekolah Minggu dan para calon.

Read Full Post »

SEKSI SEKOLAH MINGGU

Anggotanya

Semua anak-anak jemaat HKBP Bonang Indah yang berusia 4 (empat) hingga 12 (duabelas) tahun.

Pengurus

Pengurus terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Angota pengurus yang dipilih oleh Rapat gabungan Dewan Koinonia dan pelayan tahbisan di antara warga jemaat dan guru sekolah minggu.

Tugasnya

(1) Membimbing anak-anak Sekolah Mingu dalam mempelajari firman Allah.

(2) Membimbing anak-anak Sekolah Minggu dalam perkembangan pemahaman keagamaan dan hidup bergereja

(3) Membimbing anak-anak Sekolah Minggu sesuai dengan Pola Pendidikan Sekolah Minggu yang telah ditetapkan oleh HKBP.

(4) Membuat evaluasi dan laporan berkala tentang pelaksanaan tugas untuk disampaikan kepada Ketua Dewan Koinonia dan kepada Pimpinan Jemaat, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan

Periode

Periode kepengurusan seksi Sekolah Minggu lamanya 2 (dua) tahun dan Pendeta Resort yang melantiknya di hadapan jemaat pada ibadah minggu

GURU SEKOLAH MINGGU

Syaratnya

(1) Bersedia mempersembahkan diri bekerja di tengah-tengah anak-anak sekolah minggu jemaat

(2) Berperilaku pantas ditiru, tidak bercela, rajin mengikuti kebaktian dan persekutuan, dan melakukan pekerjaan kegerejan.

(3) Rajin mengikuti sermon

(4) Berusia paling sedikit 18 tahun dan sudah sidi

(5) Seboleh-bolehnya berpendidikan keguruan, dan memiliki pengertian tentang perkembangan pikiran, emosi dan fisik anak-ank sekolah minggu, dan proses belajar.

(6) Dipilih dalam Rapat gabungan Dewan Koinonia dan Pelayan Tahbisan dari antara warga jemaat dan ditetapkan oleh Pmpinan Jemat dengan surat keputusan, serta diumumkan dalam kebaktian minggu.

Tugasnya

(1) Menyusun bahan ajar tentang Firman Tuhan, kehidupan kekristenan dan jemaat, demikian juga kehidupan segenap HKBP sesuai dengan perkembangan pikiran, emosi dan fisik anak-anak sekolah minggu

(2) Menyajikan bahan ajar yang telah direncanakan kepada sekolah minggu sesuai dengan kelasnya.

(3) Merencakan dan mengadakan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler, seperti wisata rohani, kunjungan ke panti-panti asuhan untuk dilaksanakan oleh anak-anak sekolah minggu

(4) Mengadakan evaluasi tentang pemahaman dan penghayatan anak-anak sekolah minggu secara berkala, dan mempergunakan hasil-hasil evaluasi itu untuk meningkatkan mutu pelajaran sekolah minggu.

(5) Membuat laporan tentang pelaksanaan pembelajaran sekolah minggu secara berkala dan menyampaikanya kepada ketua seksi sekolah minggu untuk dibahas dalam Rapat seksi sekolah minggu, dan selanjutnya disampaikan kepada ketua Dewan Koinonia dan Pimpinan Jemaat.

Read Full Post »

HKBP mencanangkan bahwa tahun 2008 adalah Tahun Marturia dan salah satu program di dalamnya adalah dengan menerbitkan Buku Saku untuk orang tua yang isinya sebagai petunjuk-petunjuk praktis untuk membina keluarga. Sudah tentu salah satu isinya adalah perenungan tentang mendidik dan membesarkan anak di dalam keluarga ini sudah pasti. (pendidikannya atau cara membesarkannya). Sehubungan dengan program itulah, penulis mencoba merenungkan bagaimana cara membina, mendidik dan membesarkan anak. Dan penulis semakin terdorong dan termotivasi untuk mengungkapkan perenungan ini sehubungan dengan berita gembira yang diterima bhw anak saya Titus Paul Campbel Sitorus dan menantu Imelda Situmorang yang bermukim di Arkansas sedang menunggu momongan yang sekaligus merupakan cucu kami yang pertama. Maka tulisan ini pertama kupersembahkan bagi anak dan menantu yang sedang menunggu kelahiran cucu kami.

Tulisan ini adalah hasil perenungan saya pribadi yang mungkin jauh dari dunia ilmiah, seperti berikut ini:

a) Sewaktu Penulis membina Guru-Guru Sekolah Minggu, saya selalu menekankan soal kelahiran dari Yohannes Pembaptis dan komentar orang yang sekitarnya menyatakan:”Menjadi apakah anak ini kelak, sebab tangan Tuhan menyertai Dia (Lukas 1:66). Akan menjadi apa anak ini kelak, itulah komentar orang banyak, jalan pikiran ini adalah sangat tepat. Karena pertanyaan akan menjadi apa tentu menggugah hati kita untuk berpikir dari sejak dia belum lahir dan proses perkembangannya sangat ditentukan dengan apa atau tangan seperti apa yang menyertainya atau yang menimpa hidupnya.

Saya memberi nama untuk anak saya; Togar Marolop Julianto dengan harapan agar nama itu melekat dalam diri. Agar nama itu bukan sekedar panggilan, maunya nama itu terpatri dan menyatu dalam hidupnya. Togar (bahasa Batak) artinya Tegar, Tabah. Marolopolop (bahasa Batak) = sukacita, orang yang bersuka ria sedangkan Julianto itu, hanya merupakan bulan kelahirannya, yang saya maksudkan adalah bahwa nama itu sudah termaktub di dalamnya harapan saya bahwa dia kelak orang yang termasuk orang yang tabah dalam perjalanan hidupnya, tetapi yang sekaligus sebagai orang yang tetap bersukacita.

Kalau dalam bidang organisasi ini yang di sebut visi, penglihatan ke masa depan, kalau visi sudah di tentukan, berarti untuk mencapai visi ini tentu mengadakan misi-misi seperti pembinaan pendidikan dan membesarkan anak agar visi dapat tetap nyata, sehingga Nama bukan seperti kata shakespire: ” apalah arti sebuah Nama”, Nama tidak ada arti”. Dalam masyarakat Batak dulu, nama itu sangat menentukan makna. Misalnya; sewaktu dia lahir di beri nama; Raja, tetapi dari sejak lahirnya selalu sakit-sakitan atau sejak kelahirannya, anak yang lahir kemudian selalu meninggal, maka orang tuanya akan pergi menanyakan dukun, kenapa nasib anak ini selalu begitu, atau adeknya yang lahir kemudian selalu meninggal, lalu dukun berkata nama anakmu terlalu berat untuk dipikul, karena itu kamu harus merubah namanya. Lalu diadakanlah acara pergantian nama dan biasanya ke tanam-tanaman yang kuatlah dalam anak itu dipagomgomhon (diserahkan dimana sewaktu acara berlangsung orang tua mengaku mulai saat ini, anak ini bukan lagi anakku, anak ini kuserahkan menjadi anakmu). Biasanya penyerahan ini kepada pohon-pohon yang istimewa, seperti Beringin, Hariara, dan Jior dan Bintatar (saya kurang tahu apa ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia). Makanya saya tidak setuju kalau Si-baran (nasib) tidak dapat di ubah, Sibaran menurut orang Batak tetap dapat di ubah, tidak nrimo atau monggo saja.

Jadi kalau ada orang Batak yang bernama pohon tersebut (jangan-jangan sewaktu kecil, dia berubah Nama). Nama bukan hanya sekedar Nama, bahkan Nama itu terkait dengan kehidupannya. Dengan memberi Nama sekaligus itu adalah visi mau jadi apa anak ini, kelak?. Dengan adanya visi ini tentu ada misi kita agar makna nama ini terjadi, Misi adalah kumpulan aksi kita terhadap dia (anak) melalui pendidikan, pembinaan, membesarkan, dll. Artinya orang tua harus punya visi terhadap anaknya mau jadi apa anak ini dan bagaimana dia hidup ke depan. Dan hal inilah yang sangat di tekankan Alkitab yang secara khusus dalam Perjanjian Lama sepert; Adam dari debu tanah, Hawa artinya Ibu kehidupan, Yakob- sipenipu yang berubah nama Israel.

b) Ahli-ahli pendidik selalu menekankan bahwa pembentukan karakter dari anak adalah sangat ditentukan keluarga itu sendiri. Bahkan pendidikan itu harus di mulai dari kelahiran sampai kematian (from womb to tomb). Sejak dini sudah harus di didik, kalau kita mau menginginkan satu pohon yang kita tanam lurus. Sesudah besar, maka sewaktu tanaman masih kecil maunya kita ikat tanaman kecil ini dengan topangan ranting yang lurus (bahasa Batak=Tingki metmet do hau sior-sioron). Jangan sewaktu sudah besar pohon mau di luruskan, karena sesudah besar pohon mau di luruskan harus di potong bagian yang tidak lurus. Bahasa Indonesia, sejak kecil teranja-anja sesudah besar terbawa-bawa. Kebanyakan keluarga sekarang (suami/isteri) sudah bekerja, mengasuh anak selama kerja anak diserahkan kepada pembantu. Bahkan kalau suami/istri pulang hanya sekedar melihat anak-anaknya, asuhan tetap di beri kepada baby sister dengan alasan istirahat sebentar. Pembantu sah-sah saja memberi asuhan kepada anak, tetapi harus diingat bahwa tugas pembantu/baby sitter adalah selama orang tua tidak hadir di rumah kalau sudah ada orang tua harus mengambil alih tugas itu. Agar kecintaan anak terhadap orang tua bertumbuh. Banyak kejadian-kejadian kalau baby sitter/pembantu di keluarkan atau di pulangkan, anaknya menjerit-jerit, bahkan ada yang sampai sakit karena sudah tertanam dalam hidupnya bahwa hanya mbak-nya yang mengayomi dan memperhatikannya. Dia tidak mencintai ibu/bapaknya, sehingga banyak keluhan dari orang tua, ah anak tidak tau di untung masa anak ini lebih sayang kepada pembantu daripada orang tuanya. Pada hal kita tidak sadar kitalah yang membuat hal itu menjadi apa anak ini kelak?

Anda akan mengalami kesulitan besar untuk memenangkan anak-anak untuk Tuhan, bila anak-anak kita di besarkan dan bertambah dewasa hanya di tangan pembantu atau baby sitter/robocop atau di tangan power ranger yang di tontonnya setiap hari melalui tv yang di warnai dengan nuansa kekerasan. Bagaikan mendirikan menara gading dengan landasan yang keropos, memang dewasa tetapi mental keropos.

c) Anak-anak terbentuk oleh perbuatan/aksi orang tua. Coba kita renungkan anda menyuruh anak untuk sekolah minggu, pada hal anda sendiri tidak pernah mau menginjak kaki di gereja. Anak pasti berpikir wah.. hanya untuk saya rupanya agama ini penting, orang tua saya tidak, apakah kita hanya memerintahkan anak harus belajar sementara kita tidur nyenyak meninggalkan anak belajar sendiri. Alangkah baiknya anak di suruh belajar, bapak/ibu akan menemanimu. Pendampingan sangat penting. Dengan demikian akan bertambah pesat cara belajarnya, dan minat belajarnya.

Konsistensi adalah sesuatu yang mutlak dalam pendidikan. Mereka tidak akan mendengarkan kita karena mereka lihat betapa kita sendiri melanggar apa yang ingin kita terapkan kepada mereka. Tentu saya dan anda, semua orang tua heran, mengeluh dan sangat mengecam kelakuan liar generasi muda saat ini. Tetapi apakah hanya melihat kehidupan generasi tersebut? Tidak pentingkah untuk melihat tingkah laku generasi kita? Apakah kita punya keserasian dan harmonisasi perkataan dan perbuatan? Petuah/ nasihat kurang memadai bahkan anak berkata: Pak, kalau mau ceramah (kultum) jangan disini karena saya hanya sendirian, cari saja tempat di tv atau di Senayan sana, lebih banyak yang pasti mendengarkannya. Saya berpikir tidak ada perbedaan-perbedaan antara kita dengan mereka. Hanya mereka lebih vulgar, lebih kasar, tetapi lebih jujur. Dan kita lebih canggih, lebih halus dan agak lebih santun sedikit.

Coba simak apa kata Salome dalam cerita, Matius; ”Berikanlah aku di sini kepala”, Yohannes Pembaptis di sebuah talam” (14:8), apa yang di inginkan anak adalah persis seperti yang di minta atau di inginkan oleh ibunya. Anak adalah imitasi ibunya, makanya orang Batak selalu berkata: ”ndang dao tubis sian bonana, molo dao di allang babi” (Rebung tidak akan jauh dari induknya), kalau melacak anak, lacaklah orang tuanya. Yang tentu sekali ada pengecualian, orang tuanya jahat ada juga anak yang baik.

Paulus sangat konsekuen dengan itu bahwa hanya apabila ia dapat membuktikan melalui perbuatan apa dia ajarkan, kata-katanya sangat berarti dan berdaya guna…………………(kutip. I Tes.2:11-12), kita dapat bayangkan jika petuah seperti itu di sampaikan oleh seseorang yang paling brengsek dari himbauannya hidup yang paling tidak becus, apakah anda mau menerima nasihatnya? Salome adalah anak yang jahat sebab dia punya ibu (ortu) yang culas dan paling sadis.

Keteladanan, keharmonisan antara kata dan aksi disitulah kunci kesuksesan dalam membesarkan anak. Yohannes Pembaptis menjadi dewasa, anak yang dipertanyakan orang sekelilingnya, menjadi apa anak ini kelak, apakah Tuhan menyertainya dari kedua ortu-nya? Bapak-nya adalah imam dan Elisabeth yang percaya, Shalom.

Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi. 1 Tes.2:8

METODE PENDIDIKAN & PEMBINAAN ANAK

Metode adalah alat bukan tujuan, karena itu setiap methode yang kita ketahui patut di pertimbangkan. Methode tersebut belum tentu cocok dengan methode yang mau kita terapkan. Pernahkah anda mendengar ceritra menangkap monyet di daerah Afrika? Karena sifat monyet yang suka meniru, maka petani mengambil satu ruas bambu besar, di isi dengan air, di tempat yang dapat di lihat monyet-monyet, petani cuci muka yang di ambil dari ruas bambu tadi, sesudah habis airnya di masukkanlah perekat yang agak cair dan ruas bambu yang berisi perekat ini di tancap ke tanah dan di tingggal. Para monyet pun dengan berebutan turun dan rame-rame cuci muka. Dapat anda bayangkan apa yang terjadi semua monyet yang cuci muka jadi tertutup matanya sehingga si petani hanya tinggal mengambilnya karena tidak tahu arah jalannya entah kemana?. Itu termasuk methode yang berhasil atau bisa juga gagal.

Seorang penginjil pernah menerapkan teologi yang konstektual di dalam daerah penginjilannya, yaitu dengan mengadopsi musik tradisionil daerah tersebut. Rupanya penginjil tersebut sudah berhasil di daerah lain dengan methode tersebut. Hal inilah yang mau di terapkan di daerah yang baru ini. Tetapi saudara tahu, apa yang terjadi? Semua orang datang dengan telanjang tanpa sehelai benangpun. Karena kalau tam-tam yang di bunyikan di daerah itu berarti musik tersebut selalu di sertai satu tarian erotik. Asal di dengar pasti assosiasi penduduk di mulainya suatu pesta gila-gilaan. Methode tersebut gagal total.

Dari kedua cuplikan tadi dapat terlihat bahwa tidak ada methode yang mutlak. Jangan kita terperangkap methode berubah jadi mantra. Asal di ucap sudah jadi, seperti lampu aladin, di jarak apa yang kita inginkan sudah tersedia, jadi methode apa pun yang kita buat harus di pertimbangkan dan di kaji ulang.

a. METODE BOTOL KOSONG

Biasanya kita orang tua sewaktu di undang di dalam baptisan anak, selalu mengatakan bahwa anak ini adalah kertas kosong, bersih, tanpa cacad dan noda. Mungkin kita terpengaruh akan pendapat ahli ilmu jiwa tentang anak tersebut. Confessi HKBP menolak hal tersebut tidak ada istilah tabularasa (putih bersih), Confessi HKBP menyatakan bahwa anak sudah mendapat dosa warisan. [Mazmur…..]

Sejak di kandung ibu sudah berdosa demikian juga sesudah di lahirkan. Bukan tanpa cacad dan noda. Dalam tulisan Romo Mangun Wijaya (+), beliau mengutip pendapat Johanes Calvin; bahwa dalam diri anak ada yang di sebut semen religius (benih-benih keagamaan) dan dalam pendidikan itulah yang dipelihara, di kembangkan dan di rawat. Anak bukan kosong seperti botol kosong, supaya punya isi harus di isi dengan air. Anak harus di jejali dengan nasehat-nasehat, karena belum memiliki isi apa-apa. Di jejali dengan doktrin-doktrin tertentu sehingga anak penuh dengan ide-ide yang luber/berkelebihan. Pemikiran itu sudah lama di tinggalkan orang

Ahli-ahli pendidik seperti Paulo Freira, pendidikan itu memandirikan anak didik, mengembangkan kepribadiannya. Kalau ada orang yang berkata: berikan kepadaku anak yang baru lahir sampai umur 5 tahun, ini juga patut kita cermati, jangan-jangan orang itu memakai methode botol kosong, bukan mengembangkan, menumbuhkembangkan apa yang sudah ada dalam diri anak itu sendiri?. Pendidikan di dunia Barat sudah lebih maju, sekolah-sekolah yang ada sudah di tata sedemikian rupa sehingga semua minat si anak sudah mendapat tempat. Di Indonesia wah.. hal ini masih tahap yang mustahil, masih yang umum-umum saja. Itu pertanda bahwa masih banyak sistim pendidikan kita dengan methode botol kosong. Banyak Ortu selalu mengarahkan anaknya yang mungkin sekali bertentangan dengan minat dan keinginganan anak. Rame-rame jadi Ir tehnik padahal minat anak jurnalis atau pengacara. Ortu yang bijak pasti memperhatikan minat dan bakat anaknya, istilah tidak memaksa anaknya sesuai dengan keinganan Ortu. Agar anak tidak frustrasi, sehingga ucapannya kalau gagal, memang sejak dulu keinganan saya bukan itu, tetapi karna Ortu memaksa saya, yah beginilah jadinya. Manusia adalah mahluk yang unik, Ortu mungkin saja mengenal anaknya seperti pelaut mengenal batangan es di permukaan laut. Batangan es yang muncul mungkin bagian kecil, tetapi seandainya kita menyelam wah.. besarnya tidak dapat di ukur, mungkin sebesar pegunungan bukit barisan di Sumatra. Ortu adalah merupakan orang yang memandu anak agar bisa mengaktualisasikan dirinya di dalam masyarakat.

b. METODE PENDIDIKAN DI INDONESIA

Methode Pendidikan di Indonesia saat ini sudah mengarah ke arah yang lebih baik, karena akhir-akhir ini sudah lahir methode kompetensi, yakni Methode CBSA [Cara Belajar Siswa Aktif]. Dari peralihan ini nampaknya methode botol kosong sudah di tinggalkan karena guru tidak lagi mencoba anak dengan dalil-dalil dan aksioma tertentu. Anak sudah di beri mengexpresikan dirinya, dimana sudah terlihat peranan anak dan guru. Dan dapat di duga bahwa hasil methode ini sudah mulai tepat sasaran. Dalam manajemennya ada di dalam hal tersebut, seperti halnya program Top-Botton banyak tidak tercapai, dan yang lebih dominan adalah Botton-Up, karena kalau grass root yang mengusulkan biarpun hal ini belum di laksanakan, paling sedikit ada kemudahan untuk melaksanakannya, keberhasilannya sudah mencapai 80%. Itulah keuntungan program yang Bottom-Up, karena sudah melibatkan arus bawah. Saya masih ingat benar, Indonesia pernah mencanagkan MCK (Mandi Cuci Kakus) sampai ke desa-desa, hal ini di benahi dengan dana yang begitu besar, tetapi di banyak desa MCK ini tidak berfungsi dari mulai di bangun sampai rusak tidak pernah di pergunakan sebagaimana mestinya. Kalau orang dewasa di tanya, apa jawab mereka?, kalau di sini air luber, mandi dan cuci tidak persoalan dan juga kakus. MCK itu bersih dari sejak di bangun sampai rusak, maaf apa yang kami keluarkan di situ, padahal perut kami tidak berisi. Kecuali kalau perut kami kenyang baru ada kami keluarkan. Tanya dulu dong kami, ini apa yang kami butuhkan, Tanya dulu dong, itu pertanda kenapa mereka tidak dilibatkan. Program yang dibutuhkan adalah program mengisi perut, meningkatkan pendapatan karena kalah perutnya sudah diisi sama dia, dan akan mengusahakan kekurangannya sendiri. Methode CBSA, methode konsistensi dengan apa yang ada dalam diri mereka.

c. METODE BERCERITA:

Ini merupakan nostalgia yang sangat berkesan bagi kami sekeluarga (kakak-beradik). Ortu kami hampir setiap malam sesudah habis belajar pelajaran-pelajaran sekolah.

Kami sekeluarga berkumpul di sekeliling Bapak, tetapi ada syarat-syarat anak, semu harus mengurut kaki, tangan, ada yang di cabut atau dan sebagainya, baru Bapak bercerita. Ceritanya biasanya di ramu sedemikian rupa, sehingga persis menggambarkan salah seorang dari anaknya setiap malam. Kalau ada di antara kami anak-anaknya yang melawan orang tua, di ceritakanlah tentang si Mardan (yang menyangkal orang tuanya karena kumal).

Kalau ada dari anak-anaknya yang malas belajar, di ceritakanlah tentang anak yang menjadi tukang batu di jalan sewaktu membangun jalan. Sewaktu anak ini bekerja sebagai tukang batu, melintaslah abangnya dengan mobilnya yang cantik, karena jalan masih rusak, jalan mobil abangnya lambat sehingga abangnya pada saat itu langsung melihat adeknya sedang bekerja mengangkat batu, tetapi segera pandangan abangnya di alihkan ke arah yang lain, dia tidak menegur adeknya, atau pura-pura tidak kenal. Begitulah nasib orang yang malas belajar. Siapapun orangnya pasti agak malu ngomong dengan adek seperti begitu! Besoknya semua kami anak-anaknya dengan giat mulai belajar.

Saya ingat sampai semua kami sudah berkeluarga, jika semasa orang tua kami masih hidup, kebersamaan kami artinya anak-anaknya ingin berkumpul di dekat bapa. Berarti methode ini sangat berperan bagi anak-anaknya. Dan disitu seakan-akan ada kuasa merubah pradigma dari anaknya. Bahkan sesudah selesai cerita, ada di antara kami ada yang menangis karena persis cerita itu sama dengan saya. Begitulah makna cerita, anak terus dapat menempatkan dirinya dengan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita itu.

Dan memang dalam cerita ada tujuan instruksionil dan tujuan agar si anak dapat menempatkan diri sesuai dengan isi dari cerita. Methode bercerita masih relevan untuk di pertahankan dalam membina anak. Kalau tujuannya bukan mencela, menghukum atau memvonis anak ataupun larangan. Karena kata-kata dalam cerita tidak pernah di konfrontasikan secara langsung dengan si anak. Methode Cerita perlu di lestarikan karena di samping ada messagenya, juga si anak akan makin akrab dengan orang tuanya dan terbuka. Coba kita bayangkan jika seorang Bapak menjadi tokoh figure di dalam hidup anak-anaknya bukan tujuan pendidikan menurut tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara itu. Jika pendidik di depan, dia adalah teladan, jika di smaping sebagai pendamping dan jika di belakang menjadi motivator yang mendorong anak supaya maju. Cerita tersebut patut kita pertimbangkan di samping methode lain yang berdampak aneka guna bagi kedewasaan anak.

Nah, pemikiran mengenai butir-butir seri BINA ANAK ini sudah termasuk semuanya dari diri penulis mungkin bahan ilmiah untuk itu bisa diabaikan tetapi kalau perenungan ini di rasa berguna boleh juga dipedomani. Semoga renungan ini membawa berkat bagi pembaca. Shallom. Tuhan Yesus memberkati!

METODE PENDIDIKAN ORANG BATAK YANG DILUPAKAN

A. MEMBINA KEBERSAMAAN

Dalam masyarakat Batak yang masih ketat menganut aliran Putriorchat selalu menekankan, bahwa kalau orang tuanya meninggal tanggung jawab selalu di embankan kepada anak laki-laki sulung (siangkangan). Dan anak-anak pun berfikiran demikian, anak-anak (adek dan kakaknya) selalu berkata kepada saudara laki-lakinya yang paling tua, bahwa yang kehilangan orang tua bukan kami, tetapi abangnya (red; anak sulung) karena kami punya Ortu yaitu kamu sendiri.

Ini memang berat dan banyak dari anak sulung yang mengira bahwa itu hanya ucapan basa-basi saja. Tetapi hal itu akan terasa bahwa itu bukan sekedar basa-basi saja, tetapi merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, dalam adat di selalu di daulat oleh saudaranya tumpuan caci maki jika dia tidak mau tahu tentang saudara-saudaranya. Sungguh berat memang dan sakit sekali perasaan si anak sulung jika dia tidak di hormati saudara-saudaranya lagi. Apakah orang tua mempersiapkan anak-anak-nya untuk mengemban tugas seperti itu?. Dalam perjalanan waktu dari sejak dini, Ortu sebenarnya sudah melakukan antisipasi tentang itu. Mungkin masih banyak dari generasi tua sekarang yang masih mengingat makan di sapa (semacam talam besar yang terbuat dari kayu). Biasanya yang makan dari sapa tersebut. Nasi di tumpahkan ke sapa, dan anaknya di tengah. Dan disinilah peran dari si abangan, karena ada adeknya yang masih kecil yang tentu lambat makan dan sedikit-sedikit, maka supaya sama-sama kenyang, si abang biasanya mengambil prakasa dengan membuat batas-batas nasi yang bisa di makan adeknya, sehingga adeknya yang paling kecil sekalipun pasti makan dengan kenyang. Itu tetap tidak luput dari perhatian Ortu. Ortu selalu menunggu prakarsa dari anak sulung, kalau tidak ada, Ortu akan berkata: Bagi nasinya untuk adekmu, awas jangan sampai adekmu kelaparan. Dan pasti anak sulung berbuat dengan membuat batas-batas hak dari setiap adeknya. Demikian juga waktu makan siang kalau kita pulang sekolah dalam periuk (hudon bosi) sudah ada garis-garis pembagian nasi yang berhak kita makan.

Dengan methode ini sebagai anak sulung sebenarnya sudah dipersiapkan oleh Ortu-nya untuk mengemban tugasnya sendiri terhadap adeknya. Makanya sampai anak sulung berumah tangga, dia selalu menolong dan memperhatikan adek-adeknya karena sudah sejak dini sudah di tanamkan Ortu dalam keluarga. Bukan hanya dalam soal makan, tetapi juga dalam hal belajar. Ortu memberi tugas kepada anak-anaknya, yang tertua mengawasi adeknya dalam belajar, dan adeknya mengawasi adek yang dibawahnya lagi. Sehingga kepedulian si abang sangat besar terhadap adek-adeknya. Karena itu kita jangan heran jika ada keluarga yang mati-matian berjuang untuk kemajuan adek-adeknya. Dan kalau adek-adeknya berhasil, nampaknya dia tidak merasa berhutang kepada abangnya, bahkan adeknya dengan santai menjawab;”ah… itu kan kewajibannya karena dialah orang tua kami”.

Hal semacam inilah yang sangat ironis terjadi saat ini, di mana tanggung jawab anak sulung sudah surut, bahkan tidak mau tau lagi dengan adek-adeknya. Penyebabnya di karenakan methode makan di sapa sudah lama di tinggalkan. Makan di sapa itu merupakan kenangan toh!. Itu tidak masanya lagi karena sudah digantikan menjadi piring yang tentu sekali secara tidak di sadari di latih untuk egois, tidak mau tau tentang adeknya, tak makan atau makan pokoknya saya kenyang, emangnya gue pikirin. Makna methode ini sudah hilang untuk menanamkan tanggung jawab kepada anak-anaknya.

Saya pernah diajak satu keluarga untuk makan di restoran, kami berangkat dengan anaknya yang berjumlah 6 orang [semua laki-laki]. Sesampainya di Restoran, si Bapak memesan mie kuah 7 porsi [3 untuk kami, 4 pasti untuk anak-anaknya]. Saya mula-mula binggung gimana caranya hak untuk anak-anak 4 porsi, masih kurang dua lagi. Saya simak kemudian sang bapak mengatur dua porsi untuk 3 anak dan dia minta lagi 2 piring kosong, dia perintahkan kepada anak sulung, bagi untuk adek-adekmu sehingga assosiasi pikiran saya kembali mengingat cara orangtua saya makan di sapa.

Caranya sama Cuma wadahnya yang lain. Dan saya perhatikan hubungan bersaudara begitu akrab dan yang mengatur adalah anak sulung, sudah dapat kita bayangkan bapak, sekeluarga tinggal di Asrama Polisi. Pandangan kita tentang Asrama Polisi anak-anaknya agak brengsek sedikit, tetap ini teratur biarpun mereka tinggal di Asrama Polisi. Kenapa methode ini di lupakan, dengan up date methode ini masih tetap relevan.

B. Ada 3 petuah yang masih saya ingat sampai sekarang dan merupakan misteri semasa kecil bagi saya, yaitu;

* Unang pangan utok-utok so mago ubanon ho [jangan makan otak-otak nanti cepat kamu ubanan]

* Unang jangkit gaol so mago dirarik siubeonmu [jangan panjat pohon pisang itu nanti perutmu sobek]

* Humansit do madabu sian hau na pendek sian hau na tinbo [lebih sakit rasanya jatuh dari pohon yang rendah daripada jatuh dari pohon yang tinggi]

Sepintas nampaknya semua ungkapan-ungkapan di atas tidak masuk akal, mana mungkin karena gemar makan otak [babi, kerbau, sapi] menjadikan kita cepat ubanan, emangnya pelepah pisang itu bagaikan pisau yang tajam yang bisa melukai, atau kalau jatuh dari pohon yang rendah resikonya paling pincang sedikit, kalau dari pohon yang tinggi resikonya pasti aduhai-mati, kalau nggak cacat seumur hidup. Demikian pasti komentar kita tentang ungakapan di atas.

Tetapi kalau semakin kita gali makna ungkapan tersebut, oh… alangkah dalamnya karena menyangkut banyak hal tentang kehidupan manusia. Biasanya dalam pesta-pesta orang Batak, otak binatang yang di sembelih selalu di pisahkan otaknya, tidak dicampur dengan yang lain. Karena otak adalah merupakan kombinasi makanan raja-raja [orang yang dituakan dan dihormati], makanan itu sering di sebut SIBAHUE [campuran otak, usus halus dan daging yang dicincang halus] dan ini diberi kepada orang-orang yang dituakan tadi. Seandainya pada waktu itu ada anak yang suka akan otak itu tentu mengandung malu bagi orangtuanya, orangtua pasti tidak berani memandang para orang-orang yang dituakan, Ortu itu akan di cap orang sebagai orang yang tidak punya adat istiadat, masa sih tidak mendidik anaknya atau tidak menghormati orangtua!, malah yang terjadi saudara, mungkin-mungkin pesta tersebut akan di tinggalkan.

Jadi petuah itu adalah menyangkut moral orangtua dan moral anak yang tidak mau menghormati orangtua.

Pisang bagi orang Batak bukan suatu tanaman komoditi, itu adalah sampingan saja. Pisang biasanya di tanam orang di pinggiran halaman rumah, di bagian belakang. Dan biasanya di sekeliling batang pisang itu adalah semacam timbunan sisa seng, botol pecah [beling]. Akarnya juga akar serabut sehingga gampang tumbang. Jadi kalau batang pisang di panjat kemungkinan akan tumbang dan orangnya jatuh dan di hantam beling yang sudah karatan tadi. Dari sudut lain ngapain orang memanjat batang pisang?. Karena tidak ada yang kita butuhkan kalaupun itu kita panjat. Kalau kita butuh daunnya cukup dengan rabi (pisau yang diberi tangkai panjang), kalau ngambil buahnya cukup dengan memotong batangnya. Makna dari ungkapan itu adalah agar kita jangan melakukan pekerjaan yang tidak berguna padahal sangat berbahaya, jangan cari penyakitlah. Ungkapan ini hampir sama unang sian ansuan diginjang ni simanjujungmu [ansuan=sejenis cangkul pada zaman dulu yang terbuat dari pohon enau dan tajam]. Dan kalau itu di taruh di atas kepala, yah pasti kepala terluka, maksudnya kita sendiri yang mendatangkan bala sama kita [nialap hamamago tu iba]. Kira-kira demikianlah arti ungkapan ’’ jangan memanjat batang pisang nanti perutmu kena robek.

Tentang unagkapan ketiga: lebih sakit jatuh dari pohon yang pendek daripada pohon yang tinggi. Ada semacam kecendrungan manusia melakukan hal-hal yang spektakuler yang aduhai, yang sensasional. Manusia sering mengabaikan hal-hal yang kecil-kecil, padahal kita tidak sadari bahwa pelari bukan gagal karena batu besar yang menghalangi jalannya, tetapi karena saku butir pasir terselip di dalam kaos kakinya. Banyak orang yang gagal bukan karena masalah-masalah yang besar tetapi kebanyakan karena hal-hal kecil yang terabaikan.

Kalau saya berperkara dengan seseorang yang saya anggap kecil, lantas saya kalah dalam perkara tersebut. Bagaimana perasaan kita sudah kalah di tambah lagi beban cemohan orang-orang-masa si-A kalah, sakitnya tidak seberapa tetapi malunya inilah. Perasaan kita begitu sakit toh, mau dikemanain wajah ini?. Tetapi kalau lawan kita berperkara orang gede/pejabat yang lebih tinggi dari kita. Biar kalah, orang akan merasa salut dan hormat. Ah… hebat dia seorang pejabat, ujarnya diadukan, biar kalah tetapi saya angkat tangan dan hormat untuk dia, biarpun dia kalah tetapi saya tetap hormat. Demikian ungkapan tersebut tersirat pesan bahwa supaya jangan-jangan memperhatikan hal-hal besar, tetapi lupa hal-hal yang kecil.

HAL-HAL YANG DIPERHATIKAN DALAM PENDIDIKAN

a) KESABARAN

Kesabaran adalah merupakan modal utama dalam membina dan membesarkan anak. Kecenderungan zaman ini tidak sabar lagi, untuk itu penulis mengingatkan, pepatah:”Orang Sabar Dikasihi Allah”. Pepatah ini merupakan kiasan yang sangat menarik bagi kita semua dan bisa menjadi motivasi untuk kehidupan kita baik itu dalam melakukan pekerjaan, dsb, namun untuk saat ini, kayaknya pepatah ini tidak demikian lagi, karena orang yang terlalu sabar diketok Allah, hal ini bukan hanya lelucon semata tetapi memang demikianlah halnya jika kita mendengar keluhan-keluhan orangtua, atau suami dan istri:”kurang apalagi yang saya perbuat”, saya pikir sudah terlalu sabar terhadap anak, terhadap suami saya juga”. Seandainya hal ini kita teliti kebenarannya itu hanya omong belaka, karena hanya beberapa kali dinasehati atau dibimbing tidak sabar lagi untuk mengulanginya, memang banyak orangtua menginginkan anaknya maunya langsung dewasa padahal anaknya masih balita. Keinginan orang sekarang adalah makanan instant, contohnya: lapar celupkan saja super mie ke air panas, istilahnya mau makan apa sajapun sudah ada tersedia di restoran. Begitu halnya dengan musim karbitan buah-buahan masih mentah sudah dipaksakan matang dengan cara mengkarbit atau matang sebelum waktunya. Hasilnya sangat mengecewakan, mengkal, jauh dari enak. Itulah disebut karbit-karbitan, semuanya punya waktu/masa atau proses perjalanan waktu. Kalau teori Darwin ada evolusi, orangtua harus sabar terhadap anaknya di dalam membesarkan dan mendidiknya. Contoh: Monica adalah ibu dari Augustinus yang terkenal kesabarannya, dari cuplikan biografi Augustinus sebagai Bapak Gereja dari kharthogo itu, Ibunya tidak pernah berputus asa untuk membesarkan anaknya, karena pertobatan anaknya adalah pertobatan sesudah dewasa. Dengan linangan air mata ibunya selalu mendoakan anaknya yang liar itu. Hasilnya menjelang kematian ibunya di dekat pembaringan hanya anaknya itu yang kelihatan. Inilah kisah yang benar nyata, karena kesabaran seorang ibu terhadap anaknya yang sangat luar biasa.

Ada suatu legenda orang China-legenda tersebut menceritakan tentang satu keluarga muda (suami-istri), pada tahun pertama seakan-akan dunia ini milik mereka berdua, begitu serasi dan harmonis, serta romantis, tetapi awan hitam mulai terlihat menerpa pasangan itu, dimana suaminya tidak perduli lagi sama istrinya, sehingga istrinya timbul prasangka buruk terhadap suaminya, dia berpikir sang suami sudah mempunyai cemilan-cemilan, akhirnya si istri mendatangi seorang paranormal yang sudah kawakan atau terkenal, sesampai disana dia menanyakan bagaimana caranya supaya suami saya jinak atau tidak liar lagi?, Paranormal berkata:” oh…gampang asal kamu mau, obat suamimu supaya lengket, kamu harus cari Kumis Harimau Liar nanti kita taruh di minuman suamimu, itu pasti akan mesra kembali. Sang istri berusaha mendapatkannya. Pertama sekali dia survey ke hutan mencari tau dimana ada harimau, hari kedua-dia menatap harimau itu dari jauh. Hal yang sama dilakukan dengan mendekati harimau ? 10 meter, setiap hari, akhirnya sesudah 3 tahun baru dia dapat bersahabat dengan harimau liar itu, sesudah dekat benar, itulah kesempatan yang dipakai sang istri untuk mencabut beberapa helai kumis harimau itu. Dengan sukacita dia menemui sang paranormal dan kumis harimau itu diberikan, tetapi alangkah kecewanya sang isteri karena sehabis di terima oleh sang paranormal kumis harimau yang diperoleh 3 tahun itu dengan begitu saja dicampakkan ke onggokan api. Paranormal berucap:”kalau harimau liar dapat kamu taklukan dengan kesabaranmu, kenapa suamimu tidak dapat kamu tundukkan, apakah suamimu sudah seliar harimau di hutan sana?, dia masih manusia yang punya hati dan pikiran, perasaan?. Karena itu pulanglah, pergunakan kesabaranmu terhadap suamimu. Demikian akhir cerita ini, tetapi ada makna yang terkandung dalam legenda tersebut bahwa dalam bertindak ataupun mendidik anak, orangtua harus punya kesabaran.

b) PENERIMAAN

Penerimaan akan kehadiran orang dalam kehidupan bagi manusia sangat sulit karena apa? Disebabkan dalam hidup kita sudah ada semacam pemetaan yang kita buat sendiri. Dan pemetaan inilah yang muncul dalam diri kita dalam berinteraksi dengan orang lain. Padahal yang tersering pemetaan kita adalah salah cetak. Seandainya saya ke Surabaya otomatis saya membeli peta Surabaya, pada hal itu sebenarnya peta Jakarta cuma karena judulnya salah cetak (bukan Surabaya tetapi Jakarta) apa jadinya, saya pasti frustrasi mencari alamat yang saya tuju. Hal yang demikian yang terjadi dalam kehidupan kita (peta kita salah). Ada satu pengalaman menarik, sewaktu naik kereta api dari Jakarta ke Bandung, tiba-tiba di Stasiun Jatinegara masuk seorang bapak bersama anaknya, si bapak duduk sambil baca surat kabar, sedangkan anaknya begitu gaduh ngatur barang-barang bawaannya seperti; ada termos, pakaian yang dibungkus, pokoknya macam-macamlah barang bawaannya seperti orang yang mau ngungsi. Bising, kacau dan sudah ada dalam diri saya, gimana sih anak ini, begitu gaduh! Dari antara anaknyapun ada seorang mengambil surat kabar dari bapaknya. Menurut saya sudah kurang ajar sekali, terus saya berbicara dengan bapaknya, kenapa begini pak, anaknya dan bapak membiarkannya begitu saja ? Apa jawaban si bapak, baru tadi pagi istri saya meninggal di RS Cipto dan adik saya akan mengurus mayatnya untuk dibawa ke Bandung sehingga anak-anak saya merasa terpukul akan peristiwa ini. Akhirnya saya sadar rupanya peta tentang anak itu yang saya miliki salah besar. Hal yang demikian sering terjadi bagi orangtua terhadap anaknya.

Seorang anak yang masih TK, sehabis pulang sekolah, dia ngomong sama mama-nya; ma tadi saya di sekolah ditonjok si A, Gurunya.sih nggak enak dll………..semua brengsek, pindahkan ajalah mak saya dari sekolah ini. Tetapi apa kata si ibu, oh godang hata ho, makan dululah, ayo gih kesana!. Setiap ada keluhan seperti itu si ibu tidak pernah mau menanggapinya. Akhirnya sesudah anak besar dia tetap akan tertutup bagi orangtuanya, karena dari sejak kecil sudah tertanam dalam benaknya bahkan sudah sampai ke otak kecil bahwa orangtuanya tidak memperhatikan sebagaimana dia ada!. Kalau kita curhat kepada seseorang, apakah itu bukan pergumulan kita? Apakah itu bukan problema yang berat yang kita hadapi?. Demikian juga si anak; semua yang dikeluhkannya adalah masalahnya yang belum dapat dicarikan solusi yang tepat. Menerima anak sebagaimana dia ada sangat penting ada dalam diri orangtua. Menempatkan diri sebagai seorang anak.

c) MEMANDIRIKAN

Anakhonhi do hamoraon di au, etc (cuplikan nyanyian ciptaan Nahum Situmorang), memang bagi orang Batak, anak-anak adalah merupakan kekayaan dari orangtua yang tidak dapat ternilai harganya. Demi anak, kita susah payah bekerja, demi anak untuk memenuhi biaya sekolahnya, harta yang ada kita jual nggak cacad itu demi kemajuan anak, berhutangpun jadilah, tetapi semuanya itu kita lakukan hanya yang berkenan dengan kebutuhannya. Tetapi di dalam hal membina dan mendidik anak sangat jauh dari filsafah di atas.

Alasannya simpel saja, orangtua Batak mengasihi anak-anaknya dengan holong bodat (diambil dari cerita kera yang bersahabat dengan ikan mas, karena kasihnya kepada sahabatnya si kera bawa ikan mas ke sarangnya, sebab sewaktu kolam tempat ikan mas berada kering karena musim kemarau, alasan untuk membawa ke sarangnya di atas pohon dengan alasan; kasihan sahabatku. Jadinya ikan mas itu mati karena diakibatkaan kasih sahabatnya kera). Coba kita perhatikan jika ada ibu-ibu yang mengantar anaknya ke TK, anaknya pasti dengan jalan lenggang-lenggang kangkung dan ibunya yang membawa tas dan bekal si anak. Kalau sudah pelulusan sekolah, siapa yang paling repot cari sekolah untuk anaknya?, sudah pasti orangtua yang jungkir balik.

Dan dengan santai anaknya akan berkata kalau tidak di sekolah favorit saya tidak mau sekolah, malas ke sekolah lain padahal otak anaknya kadang-kadang ada di dengkulnya. Pasti orangtua berusaha untuk itu, dengan cara apapun. Proses pertumbuhan si anak tidak diarahkan untuk mandiri, orangtua terlalu protec akan si anak. Akhirnya kurang mandiri sesudah dewasa. Menurut hasil survey, anak yang dibesarkan di flat atau atrium pasti rapuh, keropos, lebih dewasa nampaknya anak-anak yang lahir di tempat yang kumuh karena langsung proses pendewasaannya melalui interaksinya dengan lingkungannya. Kalau di Atrium yang kebetulan tinggal di tkt 30 han si anak pasti dijejali dengan kata ”jangan” kepada anak jika bergerak. Seandainya tidak demikian bayangkan anak jatuh apa nggak jadi tempe? Terlalu protec, akhirnya sangat fatal dalam hidupnya. Kemudian saya teringat akan pengalaman saya sewaktu masih kecil. Dari sejak lulus SR sampai mahasiswa fakultas teologia Universitas HKBP Nommensen, yang saya ingat hanya waktu masuk mahasiswa teologia saya diantar orangtua (Bapak), selainnya saya yang urus sekolah saya sendiri, setelah lulus SR, saya utarakan kepada bapak bahwa saya akan masuk SMP. Tetapi jawaban bapak saya; ndang hupabotobotoi singkolami” (saya tidak ngerti itu sekolahmu), kalau mau sekolah urus sendiri, berapa biaya? Bapak usahakan, padahal bapak saya adalah seorang Guru Zending. Saya merasa iri kepada teman sebaya, karena cari sekolahnya selalu didampingi orangtuanya mendaftar dan secara langsung menyelesaikan semuanya. Saya merasa bahwa Bapak saya sangat kejam pada waktu itu. Baru saat ini saya tersadar, wah bapak sayalah pendidik yang paling jagoan karena sejak dini sudah dilatih untuk mandiri untuk menghadapi kehidupan ini.

Kejadian ini menyegarkan saya tentang seorang sahabat yang pada satu hari kami bertemu di Stasiun Kereta Api, seperti biasanya kami ngomong sana sini;dan sebagai penghantar obrolan saya menanyakan ngapain di Stasiun ini? Sahabat ini menjawab sambil menunjuk anaknya yang masih 9 tahun mau liburan ke Jogjakarta. Kamu nggak ikut menemaninya ? Kenapa anak segede ini dibiarkan bepergian sendirian ? Jawabannya: tidak. Dalam hati koq anaknya masih berumur 9 tahun, teganya dia membiarkan anaknya naik kereta api ke Jogjakarta? Tetapi sewaktu kereta mau berangkat dia menelepon seseorang di Jogja. Dari pembicaraan lewat telepon saya tangkap supaya anak ini di jemput jauh sebelum waktu tibanya di Jogja. Metode yang luar biasa demi untuk memandirikan anak. Orangtua banyak yang salah didik anak-anaknya dengan satu pikiran agar si anak jangan merasakan seperti yang dirasakan oleh orangtuanya, sebenarnya kurang kita sadari bahwa hal itu bukan menolong si anak menapaki masa depan. Sewaktu peninjauan lokasi kebaktian PPD (Persekutuan Parompuan Distrik) Distrik XIX Jakarta 2 ke Sentul, saya mengamati ada sekumpulan anak-anak TK Muhammadiyah yang dipandu oleh gurunya melakukan outbond kecil-kecilan di sana, di Mekarsari hal yang sama juga ada juga outbond yang diramu sebagai tambahannya yakni; menangkap ikan di kolam berlumpur. Begitulah gambaran anak-anak tersebut dan itu semua kita tahu untuk menghadapi aneka ragam tantangan dalam hidup. Pendidikan harus bersifat mendewasakan dan memandirikan si anak.

Demikianlah akhir dari renungan bina anak yang dituangkan dalam tulisan ini tanpa ada yang tersisa lagi untuk saya sendiri, semoga renungan ini menjadi berkat juga bagi pembaca yang budiman.

Jakarta medio Oktober 2007 (Pdt. Armada Sitorus, MTh)

Note: saat ini

Pendeta Armada Sitorus M.Th sebagai Praeses HKBP Distrik XI Toba Hasundutan

Read Full Post »

SEKSI SEKOLAH MINGGU

 

Anggotanya

Semua anak-anak jemaat HKBP Bonang Indah yang berusia 4 (empat) hingga 12 (duabelas) tahun.

 

Pengurus

Pengurus terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Angota pengurus yang dipilih oleh Rapat gabungan Dewan Koinonia dan pelayan tahbisan di antara warga jemaat dan guru sekolah minggu.

 

Tugasnya

(1) Membimbing anak-anak Sekolah Mingu dalam mempelajari firman Allah.

(2) Membimbing anak-anak Sekolah Minggu dalam perkembangan pemahaman keagamaan dan hidup bergereja

(3) Membimbing anak-anak Sekolah Minggu sesuai dengan Pola Pendidikan Sekolah Minggu yang telah ditetapkan oleh HKBP.

(4) Membuat evaluasi dan laporan berkala tentang pelaksanaan tugas untuk disampaikan kepada Ketua Dewan Koinonia dan kepada Pimpinan Jemaat, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan

 

Periode

Periode kepengurusan seksi Sekolah Minggu lamanya 2 (dua) tahun dan Pendeta Resort yang melantiknya di hadapan jemaat pada ibadah minggu

 

 

GURU SEKOLAH MINGGU

 

Syaratnya

(1) Bersedia mempersembahkan diri bekerja di tengah-tengah anak-anak sekolah minggu jemaat

(2) Berperilaku pantas ditiru, tidak bercela, rajin mengikuti kebaktian dan persekutuan, dan melakukan pekerjaan kegerejan.

(3) Rajin mengikuti sermon

(4) Berusia paling sedikit 18 tahun dan sudah sidi

(5) Seboleh-bolehnya berpendidikan keguruan, dan memiliki pengertian tentang perkembangan pikiran, emosi dan fisik anak-ank sekolah minggu, dan proses belajar.

(6) Dipilih dalam Rapat gabungan Dewan Koinonia dan Pelayan Tahbisan dari antara warga jemaat dan ditetapkan oleh Pmpinan Jemat dengan surat keputusan, serta diumumkan dalam kebaktian minggu.

Tugasnya

(1) Menyusun bahan ajar tentang Firman Tuhan, kehidupan kekristenan dan jemaat, demikian juga kehidupan segenap HKBP sesuai dengan perkembangan pikiran, emosi dan fisik anak-anak sekolah minggu

(2) Menyajikan bahan ajar yang telah direncanakan kepada sekolah minggu sesuai dengan kelasnya.

(3) Merencakan dan mengadakan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler, seperti wisata rohani, kunjungan ke panti-panti asuhan untuk dilaksanakan oleh anak-anak sekolah minggu

(4) Mengadakan evaluasi tentang pemahaman dan penghayatan anak-anak sekolah minggu secara berkala, dan mempergunakan hasil-hasil evaluasi itu untuk meningkatkan mutu pelajaran sekolah minggu.

(5) Membuat laporan tentang pelaksanaan pembelajaran sekolah minggu secara berkala dan menyampaikanya kepada ketua seksi sekolah minggu untuk dibahas dalam Rapat seksi sekolah minggu, dan selanjutnya disampaikan kepada ketua Dewan Koinonia dan Pimpinan Jemaat.

Read Full Post »